BREAKING NEWS

Rabu, 27 Oktober 2021

Bupati Hulu Sungai Utara Abdul Wahid Dicegah ke Luar Negeri

JAKARTA- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencegah Bupati Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan Abdul Wahid ke luar negeri selama 6 bulan.

Adapun pencegahan itu terkait dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan pada tahun 2021-2022.

Pencegahan itu dilakukan dengan mengirimkan surat ke Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM RI untuk melakukan pelarangan ke luar negeri terhitung mulai 7 Oktober 2021.

"Dalam rangka mempercepat proses penyidikan, KPK benar telah mengirimkan surat ke Ditjen Imigrasi Kumham RI untuk melakukan pelarangan ke luar negeri terhitung mulai 7 Oktober 2021 selama 6 bulan ke depan terhadap 1 (satu) orang saksi atas nama AW (Abdul Wahid),” ujar Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri, melalui keterangan tertulis, Rabu (27/10/2021).

Mereka adalah Direktur CV Hanamas Marhaini, Direktur CV Kalpataru Fachriadi, dan Kepala Dinas PUPRP Hulu Sungai Utara Maliki sebagai tersangka. Adapun Abdul berstatus saksi dalam kasus ini. 

Ali menyampaikan, pencegahan ke luar negeri ini diperlukan untuk mempermudah penyidik mengumpulkan bukti-bukti terkait dugaan suap di Kabupaten HSU.

"Agar saat dilakukan pengumpulan alat bukti oleh tim penyidik khususnya ketika dilakukan pemanggilan dan pemeriksaan, yang bersangkutan tetap berada di Indonesia dan kooperatif memenuhi panggilan dimaksud,” ucap dia.

Dalam penyidikan ini, KPK menggeledah Rumah Dinas Jabatan Bupati Hulu Sungai Utara di Kelurahan Kebun Sari, Kecamatan Amuntai Tengah, Hulu Sungai Utara pada Minggu (19/9/2021).

Dari lokasi ini, tim penyidik menemukan dan mengamankan sejumlah uang, berbagai dokumen dan barang elektronik yang diduga terkait dengan perkara tersebut.

Ketiga tersangka diamankan dalam operasi tangkap tangan (OTT) di sejumlah tempat di Kabupaten HSU pada Rabu (15/9/2021) malam.

Dalam OTT tersebut, KPK mengamankan dokumen dan uang sejumlah Rp345 juta.

Marhaini dan Fachriadi selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 65 KUHP.

Adapun Maliki selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 KUHP Jo Pasal 65 KUHP. (kompastv/jp).

Share Berita :

 
Copyright © 2014 Jurnalis Post. Designed by OddThemes