SURABAYA- Berdasarkan laporan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) yang dirilis pada tahun 2023, kasus stunting di Provinsi Kalimantan Selatan dari 30 persen menjadi 24,6 persen.
Di motori Gina Mariati, S.Sos, M.I.P selaku Wakil Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalsel sambangi Komisi E DPRD Jawa Timur (Jatim) guna tukar pendapat guna tekan angka stunting di Banua.
Gina menyampaikan, bahwa permasalahan stunting yang erat kaitannya dengan kemiskinan. Kebersihan sekitar tempat tinggal dan serapan gizi menjadi topik utama yang harus diperbaiki.
"Di Kalsel memang wilayahnya masalah air yang agak bermasalah, Mandi, Cuci, Kakus (MCK) salah satunya juga. Hal ini menjadi keseriusan langkah kami dengan memperbaiki lingkungan sekitar dan cakupan gizi yang tercukupi,” ucap Gina.
Kalsel masuk urutan tiga besar dalam penurunan kasus stunting di bawah Provinsi Sumatra Selatan turun dari 24,8 persen menjadi 18,6 persen dan urutan kedua Kalimantan Utara turun dari 27,5 persen menjadi 22,1 persen. Dari catatan tahun 2022, angka balita stunting di Kalsel sebanyak 21.279 balita dari jumlah sasaran balita yang diukur sebanyak 215.230 balita.
Politisi Nasdem itu juga menambahkan, di tahun 2024 Komisi IV targetkan 14% penurunan stunting tercapai dengan jalin komunikasi beberapa pihak.
"Kita harap itu bisa terlaksana, ternyata dibalik stunting itu masih banyak persoalan yang kita pikirkan bersama sama. Salah satunya, air bersihnya juga masih kurang. Upaya kita tidak hanya kerjasama dengan dinas terkait, tetapi kita kolaborasi antar Satuan Perangkat Daerah (SKPD),” jelasnya.
Ketua Komisi E melalui anggotanya DR. H Kodrat Sunyoto. S.H., M. S.i menanggapi angka stunting di Jatim tahun 2021 cukup tinggi dengan menjadikan ini prioritas anggaran.
"Berkaitan dengan stunting, kita di tahun 2021 itu 23,5%. Nah, orientasinya pada saat itu akhirnya anggaran banyak terpusat ke situ. Baik itu anggaran termasuk kolaborasi maupun anggaran yang secara khusus di internal,” ujarnya.
H Masturi Husairi anggota Komisi E turut menuturkan masukan, pola hidup orang tua anaknya lah akar persoalan stunting ini. Program-program dan penyuluhan ke lapisan masyarakat terdalam juga menjadi faktor tekan prevalensi stunting ini.
"Ini menjadi persoalan memang hampir di seluruh provinsi di Indonesia. Sebenarnya bisa dilakukan juga pencegahan melalui penyuluhan yang seharusnya dilakukan oleh pihak-pihak Puskesmas dengan semua perangkatnya sampai ke desa biasanya ada bidan di desa itu. Nah, ini kalau bisa melakukan pencegahan secara preventif, saya pikir itu sangat baik apalagi sekarang Dana Desa ini kan bisa dimanfaatkan juga untuk melakukan penyuluhan seperti itu berkolaborasinya perangkat desa Pemdes dengan Puskesmas,” tutur H Masturi. (adv/hms/ali/jp).