PALANGKA RAYA- Badan Narkotika Nasional (BNN) berhasil menangkap buron terpidana Salihin alias Saleh (39). Ia merupakan bandar besar di sebuah kampung yang disinyalir sebagai kampung narkoba di Kota Palangka Raya, Provinsi Kalimantan Tengah.
Diketahui, Saleh merupakan terpidana kasus peredaran gelap narkotika jenis sabu yang telah dijatuhi vonis hukuman penjara oleh Mahkamah Agung dalam putusan kasasi 25 Oktober 2022 silam.
Berawal dari penangkapan terhadap Saleh oleh Tim BNN Provinsi Kalimantan Tengah pada tahun 2021 dengan barang bukti sabu sebanyak 202,8 gram.
Dalam proses perkaranya, sejak dilakukan penyidikan, penuntutan hingga persidangan, oleh Pengadilan Negeri Tingkat Pertama, Majelis Hakim menjatuhkan putusan bebas sehingga Saleh dibebaskan dari rumah tahanan.
Jaksa Penuntut Umum yang menangani kasus tersebut mengajukan kasasi hingga akhirnya Saleh dinyatakan bersalah dan mendapat vonis 7 tahun penjara serta denda sebesar Rp1 miliar.
Belum sempat eksekusi hukuman dilakukan, Saleh berhasil melarikan diri, hingga akhirnya Kejaksaan Negeri Palangka Raya bersurat kepada BNN Provinsi Kalimantan Tengah untuk melakukan pencarian terhadap Saleh.
Atas laporan tersebut, Tim BNN kembali melakukan pengejaran. Hingga pada tanggal 2 September 2024, Direktorat Penindakan dan Pengejaran Deputi Bidang Pemberantasan BNN melakukan penyelidikan dan menduga Saleh bersembunyi di kawasan Kampung Puntun, Kecamatan Pahandut, Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah.
Saat dilakukan pengejaran, Saleh kembali berhasil meloloskan diri, namun Tim BNN tetap melakukan olah TKP dan berhasil menyita uang tunai sebesar Rp902.538.000, dari tangan salah satu anggota sindikat berinisial E.
Penelusuran terus dilakukan, pada Rabu (4/9), Tim menemukan fakta baru bahwa Saleh bersembunyi di Jalan Rindang Banua Gang Sayur Kecamatan Pahandut, Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah.
Saat dilakukan penangkapan, Saleh masih berupaya kabur dari kejaran petugas. Ia bersembunyi di balik semak belukar di sekitaran rawa hingga akhirnya petugas melepaskan tembakan dan mengenainya.
Petugas mengamankan terduga lain berinisial M alias U yang ikut bersembunyi bersama Saleh. Diketahui M alias U bertugas sebagai penjaga rumah tempat Saleh bersembunyi selama ini.
Pasca putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor: 586.k/pid.sus/2022 tanggal 25 Oktober 2022, S dinyatakan hilang dan melarikan diri. Dari hasil penelusuran BNN, diketahui S melarikan diri ke Samarinda enam bulan lamanya. Ia berpindah dari hotel satu ke hotel lainnya.
Karena tak ada tempat yang bisa ia tuju, Saleh bermigrasi ke Banjarmasin. Satu bulan lamanya menetap di Banjarmasin, setelah merasa situasinya aman, Ia memutuskan untuk kembali ke rumahnya di Jl. Rindang Banua Gang Aklak Kelurahan Pahandut Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah.
Setibanya di kampung halaman, ia kembali melakoni perannya sebagai bandar narkoba. Bak seekor kancil, Saleh cukup lincah dalam melancarkan aksinya. Ia memiliki banyak orang suruhan untuk menjalankan bisnis haram tersebutdi wilayah kekuasaannya.
Dari hasil pemeriksaan, diketahui Saleh menerima barang dari seorang bandar besar berinisial Koh A yang mengaku berdomisili di Kota Semarang. Koh A mengirim sabu melalui Banjarmasin menggunakan jalur darat yang kemudian diterima oleh kaki tangan Saleh berinisial AA yang kini masih DPO. Kemudian barang dipecah menjadi beberapa bagian dan dijual melalui loket penjualan narkotika yang berlokasi di belakang rumah Saleh.
Setelah terkumpul, uang hasil penjualan yang ada di loket tersebut diserahkan kepada E, yang berhasil ditangkap petugas sehari sebelum Saleh diamankan.
Secara berkala, tepatnya setiap satu minggu sekali, uang tersebut disetor kepada anak buah Saleh lainnya berinisial US yang kini buron. Peran US adalah sebagai penyetor uang hasil dagangan Saleh kepada bandar utamanya yakni, Koh A.
Komunikasi antara Saleh dan Koh A hanya sebatas laporan berapa jumlah uang yang telah disetor US. Dari hasil penelusuran Tim BNN, diketahui omset perhari dari bisnis haram yang dijalankan mereka berkisar antara 50 hingga 100 juta rupiah.
Kepada petugas, Saleh mengaku telah menjalankan bisnis narkoba sejak tahun 2016. Namun, saat ditangkap di tahun 2021 lalu dan kemudian buron, peran Saleh hanya sebagai pengendali, dan menerima fee dari bos besarnya, yakni Koh A.
Berdasarkan pengakuan E, besaran fee yang diterimanya pun terbilang besar, yakni Rp50 juta untuk setiap satu kilo penjualan sabu. Sementara itu, jumlah setoran yang harus diberikan Saleh kepada Koh A mencapai Rp750 juta setiap kilonya.
Total tersangka yang diamankan bersama Saleh sebanyak 2 orang, yakni E dan M alias U. Sebanyak 10 orang lainnya turut terjaring guna dimintai keterangan dan dipastikan keterlibatannya.
Dengan adanya penangkapan ini, Saleh akan segera menebus perbuatannya atas Pasal 114 ayat (2) Jo Pasal 112 ayat (2) Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Pasal yang disangkakan kepadanya saat putusan sidang tahun 2022 silam.
Hingga saat ini, BNN tetap fokus melakukan penyidikan dan penyelidikan terhadap Tindak Pindana Pencucian Uang (TPPU) pada setiap kasus tindak pidana narkotika, termasuk yang dilakukan oleh komplotan Saleh.
Apa yang tengah dilakukan BNN mendapat dukungan penuh dari masyarakat Kalimantan Tengah, khususnya Kota Palangka Raya. Ini menjadi bukti nyata bahwa BNN akan melakukan tindakan TEGAS terhadap kampung yang disinyalir sebagai kampung narkoba di seluruh Indonesia. Salah satunya adalah Kampung Puntun, wilayah kekuasaan Saleh, yang juga menjadi lokasi penangkapannya. (hms/gan/emca//jp).