KUATAI BARAT- Sidang kasus sengketa tanah yang melibatkan terdakwa Eronius anak dari Y. Tenaq kembali bergulir di Pengadilan Negeri Sendawar, Kutai Barat, dengan agenda pembacaan duplik oleh tim penasihat hukum dari Pos Bantuan Hukum Perkumpulan Advokat Indonesia (Posbakumadin), Rabu (30/4/2025).
Dalam duplik tersebut, tim kuasa hukum menyoroti berbagai kejanggalan dalam replik Jaksa Penuntut Umum (JPU), terutama terkait alat bukti dan keterangan saksi.
Menurut penasihat hukum, replik JPU tidak mampu membantah argumentasi dalam pledoi sebelumnya dan justru memperlihatkan ketidakkonsistenan. Salah satu poin utama yang dikritisi adalah bertambahnya jumlah surat bukti dari tujuh menjadi delapan, dan bahkan dalam bagian barang bukti, jumlahnya membengkak menjadi 14 surat, yang dinilai membingungkan dan tidak profesional.
Selain itu, kuasa hukum menyoroti tidak dijawabnya isu krusial mengenai status saksi Denasius, yang disebut-sebut ikut menjadi tersangka namun tidak ada berkasnya dalam perkara ini.
Kuasa hukum juga menegaskan adanya perbedaan signifikan antara lokasi lahan milik terdakwa Eronius dan pelapor Widodo Rahayu, yang memperkuat argumen bahwa tidak terjadi tumpang tindih lahan sebagaimana didalilkan oleh JPU.
"Fakta di persidangan dan hasil pemeriksaan lapangan menunjukkan bahwa kedua lahan berbeda secara objek, alamat, bentuk, serta kondisi fisik. Sehingga tidak masuk akal jika dikatakan terdakwa merugikan pelapor hingga Rp2 miliar,” ujar kuasa hukum.
Mereka juga menyatakan, bahwa sejumlah keterangan saksi yang dikutip oleh jaksa dalam surat tuntutan diduga telah dimanipulasi, termasuk kesaksian Adrianus Simin yang bertolak belakang dengan rekaman persidangan.
Terkait Sertipikat Hak Milik (SHM) milik pelapor, kuasa hukum menekankan bahwa permasalahan bukan pada keaslian, tetapi pada lokasi penempatannya yang dinilai keliru atau "error in objecto".
Hal ini diperkuat oleh keterangan ahli dari BPN dan juga putusan perdata sebelumnya yang menunjukkan disparitas antara dua lokasi tersebut.
Penasihat hukum mempertanyakan mengapa dalam petitum replik, hanya tujuh surat yang diminta untuk dikembalikan sesuai dengan tuntutan awal, padahal replik memuat lebih banyak surat sebagai barang bukti. "
"Lalu, bagaimana nasib tujuh surat lainnya? Ini membingungkan dan menciptakan ketidakpastian hukum," tambahnya.
Sidang lanjutan akan digelar dengan agenda pembacaan putusan oleh majelis hakim. Kasus ini menyita perhatian masyarakat karena menyangkut status kepemilikan tanah yang telah puluhan tahun dikuasai oleh pihak-pihak terkait. (ramli/jp).