BREAKING NEWS

Selasa, 23 Agustus 2022

Polres Batola Hentikan Kasus Pencurian Dengan Restorative Justice

MARABAHAN- Jajaran Polres Barito Kuala, Polda Kalsel menghentikan kasus pencurian kotak wakaf di Masjid Nurul Islam, Kecamatan Tamban melalui restorative justice.

Pencurian yang terjadi di kawasan Desa Jelapat I tersebut terjadi pada 6 Juli 2022, sekitar pukul 03.10 Wita. Diketahui kotak wakaf yang digasak tersebut berisi uang sekitar Rp1 juta.

Selanjutnya pencurian itu dilaporkan Pengurus Masjid Nurul Islam melalui Kepala Desa Jelapat I ke Polsek Tamban. 

Setelah dilakukan penyelidikan, polisi mengantongi identintas lima pelaku berinisial AS (19), ES (18), M (22), FR (28) serta seorang laki-kaki di bawah umur.

Kemudian, pada 27 Juli 2022, polisi berhasil menangkap AS di Banjarbaru. Dalam waktu bersamaan, seorang pelaku yang masih di bawah umur juga diamankan di Tamban.

Kasus tersebut terus berproses di kepolisian, sampai akhirnya pelaku ES, M dan FR menyerahkan diri sejak 12 Agustus 2022. 

Belakangan atas berbagai pertimbangan aparat desa, pengurus masjid maupun tokoh agama setempat, bersedia membuka jalan damai untuk semua pelaku. 

Setelah pihak pelapor bertemu Kapolres AKBP Diaz Sasongko, Senin (22/8), selanjutnya Satuan Reskrim pun melakukan proses restorative justice. Sebelumnya, pelaku juga telah mengembalikan uang yang dicuri.

"Pelaksanaan restorative justice ini seusai Peraturan Kepolisian Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif," terang Kapolres AKBP Diaz Sasongko melalui Kasat Reskrim AKP Setiawan Malik.

"Artinya penegakan hukum tidak melulu dilakukan secara normatif, tapi juga secara restoratif. Selain memberikan kepastian hukum, restorative justice memiliki aspek keadilan dan kemanfaatan," imbuhnya. 

Di sisi lain, sejumlah persyaratan juga sudah dipenuhi sebagaimana termuat dalam Pasal 5 Peraturan Kepolisian Nomor 8 Tahun 2021.

"Adapun syarat tersebut tidak menimbulkan keresahan atau penolakan dari masyarakat dengan upaya restorative justice," tambah Kanit I Satuan Reskrim Aipda Firma Silalahi.

"Selain itu, juga tidak berdampak konflik sosial, tak berpotensi memecah belah bangsa, serta tidak bersifat radikalisme dan separatisme. Mereka juga bukan residivis berdasarkan putusan pengadilan, serta tak terkait terorisme dan korupsi," ujarnya menambahkan.

Sekalipun diselesaikan di luar pengadilan, pelaku akan berlabel residivis kalau seandainya melakukan tindak pidana lagi. 

Kepala Desa Jelapat I, H Hanafi, menjelaskan keputusan restorative justice diambil atas pertimbangan keadaan ekonomi keluarga pelaku.

H Hanafi selaku Kades Jelapat 1 memaparkan, sebagian besar sudah tidak memiliki orang tua lengkap lantaran meninggal atau bercerai, serta belum mempunyai pekerjaan tetap.

"Selain itu, juga seorang di antaranya masih di bawah umur," paparnya

Ia menambahkan sejatinya mereka anak-anak baik. Bahkan seorang di antaranya sedang bekerja di pendulangan.

"Tapi pulang ke Jelapat karena sang ibu sakit," ujar H Hanafi.

Sementara itu, Ketua Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tamban, H Gazali Apsan, juga meyakini restorative justice membantu pelaku agar menjadi lebih baik.

"Kami yakin mereka masih bisa dibina. Kalau kemudian melakukan pencurian, semuanya karena disebabkan desakan dan keterpaksaan. Mudahan setelah dimaafkan, mereka menjadi lebih baik," jelas Gazali. (ahm/hru/jp).

Share Berita :

 
Copyright © 2014 Jurnalis Post. Designed by OddThemes